Senin, 02 Desember 2013

7 & 8. Konflik Organisasi

Pendahuluan
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Teori
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381).

  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

Jenis Konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
  • Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
  • Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
  • Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
  • Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • Konflik antar atau tidak antar agama
  • Konflik antar politik.
  • konflik individu dengan kelompok

Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
  • meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.


Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.

Teori motivasi kontemporer mencakup:

Teori kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
·         kebutuhan berprestasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
·         kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
·         kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.

Teori evaluasi kognitif

Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.  Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.

Teori penentuan tujuan

Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama.  Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. 

Teori penguatan

Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan. 

Teori Keadilan

Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.

Teori harapan

Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.

Analisis
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. 
Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.


Referensi
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik#Lihat_pula
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi#Teori_motivasi_kontemporer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar